Pasar Senen, Sitor dan Harimau Tua. (Pertunjukan instalasi teks 1 tahun Sitor Situmorang)
Pasar Senen
(dnb)
Suaranya lain sekarang
Atau pendengaranku
Berubah dari dulu?
Tiada lagi gerak gerantang
Aminah, gadis tukang kopi
Singkong goreng tiada lagi kini
Ke mana kawan semua
Supir, tukang delman
Teman berdampingan
Kita semua bersenda
Menampung senyuman
Si Kebaya Merah
Dari kepulan asap mereka
Hai, tukang becak
Bilang padaku
Dewiku
Pasar senen… buah pemikiran yang dahsyat. Begitu pikir saya
ketika melangkah masuk ke Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (20/01) kemarin.
Saat itu sedang diadakan peluncuran antologi puisi
Sitor Situmorang. Nanti juga ada pertunjukan pembacaan dramatic puisi dan
teater yang di Sutradarai oleh Adinda
Luthvianti. Satu hal yang terlintas dibenak ketika pertama membaca undangan
acara ini di Facebook, Bulan Diatas
Kuburan. Bulan Diatas kuburan merupakan judul film adaptasi puisi karya Sitor,
“Malam Lebaran” Sajak ikonik Sitor Situmorang. Film itu rilis tahun 1973 dan di
remake pada tahun 2015 dengan
disutradarai oleh Edo WF Sitanggang.
Setidaknya dari film itu, perhatian saya pernah tertuju pada sosok Sitor
Situmorang.
Sitor Situmorang, lebih dikenal sebagai seorang penyair,
wartawan juga sastrawan. Lahir di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatra Utara
pada 2 Oktober 1923. Sitor pernah memperdalam ilmu Sinematografi di Universitas
California pada tahun 1956-1957. Dan sempat berkelana di Amsterdam juga Paris.
Nama Sitor semakin terkemuka setelah meninggalnya penyair Chairil Anwar. Sitor adalah orang yang mempunyai kontribusi
cukup besar terhadap ideologi perjuangan pada saat itu.
Kembali pada pertunjukan instalasi Pasar Senen dan Harimau
Tua. Saya cukup terkejut ketika pembacaan Dramatic Puisi yang dibacakan oleh Semi Ikra Anggara,
Sartika Dian Kartika dan Taufik Darwis. Instalasi
teks yang dibuat oleh Afrizal Malna
begitu kongkret, membawa penonton seolah-olah telah berada di Pasar Senen.
Dengan riuhnya seruan pedagang-pedagang pasar yang menawarkan produk jualannya.
“Mesin tik… kebaya, batik… batik… buku bekas…” hingga suara rayuan mesra PSK
(Pekerja Seks Komersial) “Mari Mas, monggo… kehangatan…” Konsep yang apik,
disuguhkan dengan cara yang menarik. Disela pembacaan puisi oleh Abimanyu, dengan latar penari, diiringi
gamelan dan koor Teater Anak Studio Hanafi. Mempercantik pertunjukan malam itu.
Ditengah itu pula diskusi politik, ekonomi serta kebudayaan tergambar pada
layar. Hingga sampai pada suguhan selanjutnya, pementasan teater "Harimau tua". Di aktori
oleh Azuzan JG dan Jon Haryanto. Pertunjukan ini
menceritakan tentang seorang pemuda dari perantauan kembali kekampung halaman.
Kemudian diperjalanan, bertemu dengan seorang bapak tua yang pincang, kaki
kirinya. Saya pikir pertemuan ini hanyalah mediasi, antara Harimau yang dibunuh
oleh kelompok Bapak tua itu lima belas tahun yang lalu. Ini menyangkut dengan
kepercayaan masyarakat Sumatra yang mempercayai bahwa Harimau dan Buaya adalah
nenek moyang mereka. Pertunjukan ini menyatukan antara khayalan dan kenyataan.
Sudah sampai di penghujung acara. Berbagai ceremony
direalisasikan oleh para keluarga dan tokoh seni. Dalam sekmen terakhir, Barbara Brouwer yang tidak lain adalah
istri Sitor sedikit memaparkan rencananya bersama keluarga untuk membuat Rumah
Budaya Sitor Situmorang di Harianboho. Kelak akan digunakan untuk tempat
berlatih kesenian, perpustakaan, diskusi dan lain-lain. Suatu bentuk kepedulian
yang sangat baik bagi generasi seniman Indonesia. (DNB) (foto:Studio Hanafi)
(dnb)
Tidak ada komentar untuk "Pasar Senen, Sitor dan Harimau Tua. (Pertunjukan instalasi teks 1 tahun Sitor Situmorang)"
Posting Komentar